Telah terbit bulan purnama. Cahayanya menerangi kita dari celah bebukitan. Wajiblah kita bersyukur atas ajakannya kepada Allah. Wahai orangyang diutus kepada kami.
Kau datang membawa perintah yang ditaati.
Syair yang mengharukan itu menyambut kedatangan ' Rasulullah SAW. danAbuBakar ketika keduanya tiba di Madinah. Penduduk kota ini memenuhi jalan yang dilalui Rasulullah SAW sambil mendendangkan syair suka cita atas kehadiran manusia agung yang mereka tunggu sejak lama itu.
Sementara takbir membahana, menandai terbentuknya sebuah masyarakat di atas pondasi tauhid yang kokoh. Pilar-pilar cinta kasih dan persaudaraan menjadi penyangga utama pembangunan Madinah al-Munawarah (Negara peradaban yang berlimpah cahaya indah)
Begitu lama keutuhan wilayah ini terkoyak oleh ashabiyah (fanatisme golongan). Kabilah Aus dan Khazraj telah lelah saling membunuh demi kebanggaan sempit dan tak jelas juntrungannya.
Perjalanan kaum Muhajirin dari Mekkah ke Madinah bukan sesuatu yang menyenangkan. Hampir sepuluh hari lamanya mereka mengarungi padang pasir di.bawah sengatan matahari. Bebukitan batu yang membara dan lembah-lembah yang dihuni suku-suku primitif mereka linntasi. Karena belum mengenal hokum tak jarang suku-suku tersebut merampas harta benda para musafir yang melewati wilayahnya.
Kaum Muhajirin bukannnya tak peduli dengan tanah kelahiran, keluarga dan kaum kerabat. Tapi mereka rela meninggalkan semua itu demi mempertahankan aqidah. Meski untuk itu mereka juga harus meninggalkan harta benda yang teiah mereka kumpulkan dengan susah payah.
Abu Bakar Shiddiq misalnya. Saat mengawal Rasulullah SAW, ia hanya membawa 5000 dinar. Tak ada harta tersisa untuk keluarganya yang masih tinggal di Mekkah, Hampir seiuruh hasil perdagangannya ia infakkan untuk keperluan dakwah dan rnemetdekakan hamba sahaya yang telah beriman.
Tak kalah nelangsanya adalah Shuhaib al-Rumi. Kaum musyrikin Quraisy mengancam tak akan membiarkannya berhijrah kecuali setelah menyerahkan seiuruh kekayaannya. Bagi Shuhaib, hilangnya harta seluruh kekayaan tak, jadi masalah selama masih bisa mempertahankan akidah. Akhirnya, dengan hanya berbekal perut lapar dan pakaian yang melekat di badan, ia sampai di Madinah.
Pilihan Shuhaib tentu saja mengundang kekaguman dan rasa normal penduduk madmah serta sesama muhajirin lainnya.. Termasuk Dinar bin Khattab.- Kepadanya, Umar menyampaikan kabar gembira atas turunnya firman Allah, Dan diantara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah. Dan Allah Maha Psnyantun kepada hamba-hamba-Nya. (QSAl-Baqarah:207).
Memang, satu-satunya motivasi Rasulullah saw dan para sahabat melakukan hijrah adalah tekad membaja untuk menyelamatkan akidah. Rasulullah menyadari, saat itu Mekah bukanlah bumi yang subur untuk yang berdakwa. Sejak awal, para pembesar Quraisy telah menyatakan perang total terhadap para penganut tauhid yang dianggap melecehkan berhala-berhala yang mereka sembah. Nafsu angkara kadung merasuk dan mematikan nurani mereka. Malah rentetan penyiksaan yang mereka lancarkan telah merenggut nyawa para badak yang tetap istiqamah mempertahankan imannya.
Tentu saja, Rasulullah tak pernah berdiam diri. Apalagi, para hamba sahaya itu merupakan basis awal kekuatan pengikutnya. Selama tiga belas tahun sejak turunnya risalah, benih-benih kekuatan dakwah itu terus meEekah. Merekah harus diselamatkan dafi gempuran musuh-musuh Allah yamg menghendakinnya musnah. Untuk itulah beliau mencari lahan baru yang menjamin pertumbuhan mereka menjadi kekuatan dahsyat untuk menebarkan rahmat Allah ke seantero jagad. Atas petunjuk Allah SWT, Madinah adalah pilihan yang paling tepat. Dengan demildan, hijrah bukaniah langkah mengalah, namun strategi yang tepat untuk mengembangkan dakwah. Langkah ini tak hanya dilakukan oleh Rasulullah saw. Karena ia merupakan sunatullah yang berlaku bagi para Nabi dan Rasul-Nya dalam menegakkan kalimah Allah.
Apakah pilihan itu masih berlaku bagi umat islam hingga kini? Bukankah Rasulullah bersabda,"Tak ada hijrah setelah pembebasan kota mekah, tetapi jihad dan niat. Jika kamu sekalian diperintahkan berangkat (berperang), maka berangkatlah."(HR Bukhari). Menurut abdullah Al-khatib dalam bukunya Min Fiqhil Hijrah, pengertian hijrah dalam hadits tersebut terbatas pada perpindahan umat Islam dari Mekah ke Madinah karena setelah ditaklukkan, dengan sendirinyaMekah telah menjadi Daarullslam (wilayah kekuasaan islam) yang setara dengan Madinah. Artinya, tak ada lagi keharusan bagi warganya yaag telah m e m e I u k Islam untuk meninggalkannya.
Sebaliknya ketentuaan hijrah kembali berlaku ketika umat Islam disatu wilayah tak memiliki lagi kernampuan untuk mempertahankan akidahnya. Jika teras bertahan, mereka akan menjadi bulan-bulanan kaum kuffar seperti nasib kaum muhajirin Mekah, Bertahan dalam kondisi seperti ini sama saja dengan mempercepat kebinasaan.
Allah SWT berfirman: "Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam. keadaan menganiaya diri sendiri, malaikat bertanya kepada mereka, "Dalam keadaan bagaimana kamu ini?" Mereka menjawab, "Kami adalah orang-orang yang tertindas di negeri (Mekkah).
"Para malaikat berkata,"Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?" Orang-orang itu tempatnya di neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat . kembali. Kecuali mereka yang tertindas, baik laki-laki, wanita, maupun anak-anak yang tak mempunyai kemampuan dan mengetahui jalan (untuk berhijrah). M u d a h - m u d a h a n Allah memaafkannya. Dan Allah Maha Pemaaf, lagi Maha Pengampun." (QS. An-Nisaa:97-99)
Bagaimana jika kehidupan umat Islam berlangsung aman? Apakah ketentuan hijrah dengan sendirinya hilang? Tentu saja tidak. Hijrah mesti menjadi pilihan bagi setiap pribadi yang ingin istiqamah di jalan Allah SWT. kembali. Kecuali mereka yang tertmdas, baik laki-laki, wanita, maupim anak-anak yang tak mempunyai kemampuan dan mengetahui jalan (untuk berhijrah). Mudah-mudahan Allah memaafkannya. Dan Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun." (QS. An-Nisaa:97-99)
Dalam sejumlah ayat Al-Quran, kata hijrah dirangkaikan dengan kata iman dan jihad. Artinya, ketiga kata itu merupakan senyawa yang tak bisa dipisahkan dan saling meniscayakan. Selama iman bersemayam di dalam dada, maka panggilan untuk berhijrah dan berjihad setiap saat akan memanggil kita. Itulah sebabnya Al-Quran pun menjadikan kesiapan berhijrah dan berjihad sebagai tolok ukur keimanan.
"Dan orang-orang yang beriman, berhijrah dan berjihad di jalan Allah, serta orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertolongan (kepada kaum Muhajirin) mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki (nikmat) yang niulia."(QS.Al-Anfal: 74)
Tak heran kalau dalam kesempatan lain, Rasulullah SAW menegaskan bahwa kesempatan untuk berhijrah tetap teibuka sampai kiamat. Beliau bersabda,"Sesungguhnya hijrah itu tak ada hentinya sebelum taubat. Dan taubat itu tak ada 'hentinya sehingga matahari terbit dari sebelah barat."(HR.AbuDaud).
Lantas hijrah model apa yang harus kita lakukan sekarang? Rasulullah SAW peraah mengatakan, seseorang bisa dikatakan telah berhijrah jika mampu meninggalkan kemaksiatan dan menggaatinya dengan ketaatan. Artinya, setiap saat kita dituntut untuk mencampakkan gaya hidup jahiliyah. Apalagi kini kaum kuffar makin gencar melancarkan tipu daya terhadap umat Islam dan menggiringnya secara terang-terangan ke jurang kesesatan.
Dalam kehidupan yang serba permisif dan hedonis seperti ini, setiap muslim harus mampu membuat garis demarkasi antara hak dan batil. Halal dan hafam harus dipisahkan secara tegas dan jelas. Topeng-topeng kemunkaran dan jubah-jubah kemaksiatan harus segera ditanggalkan. Tak ada kata menunda, mumpung pintu taubat masih terbuka. Sucikanhati, pikiran, mata, telinga, dan lidah dari debu-debu jahiliyah.
No comments:
Post a Comment