Aku dibuat tertawa oleh orang-orang yang mengharapkan dunia padahal maut mengejarnya. (Dan aku juga dibuat tertawa) oleh orang yang tertawa dengan mulut lebar, sedang dia tidak mengetahui apakah Allah SWT. ridha padanya ataukah murka?. (HR.Abu Darda, ra.)
Sebuah riwayat menyebut, Abu Darda ra. adalah salah seorang sahabat Nabi SAW, awalnya menangis sebelum mengucapkan kalimat di atas. Tangisnya pecah mengingat masa-masa bersama Nabi dan golongannya yang kini telah pergi meninggalkan dunia. Tapi tiba-tiba ia tertawa demi melihat bagaimana banyak sekali orang yang sama sekali tak menghiraukan kematian yang pasti datang.
Tentu tertawanya bukanlah tertawa gembira melainkan tertawa getir. Sesungguhnya Abu Darda merasa heran melihat gambaran kehidupan manusia. Tampak sekali olehnya di celah-celah kehidupan yang berjalan, banyak sekali model dan macam kelalaian yang dilakukan manusia.
Sebagian besar kelalaian itu lahir dari parahnya ketamakan akan dunia.
Ketamakan ini terus menjadi-jadi, membuat orang saling membunuh dan saling membenci. Orang tega membunuh untuk merebut lahan parkir, menguasai harta orang lain, atau menguasai tanah yang bukan' miliknya. Semakin banyak orang yang ridha dengan kualitas agama yang rendah tapi sangat tidak ridha dengan kehidupan dunia yang hina. Naudzubillahi...
Karenanya, tawa Abu Darda adalah tawa yang menyentuh kesadaran kita akan perkara kematian ini. Kelupaan dan kealpaan mengingat mati sendiri adalah milik siapapun, baik kalangan agamawan maupun orang-orang biasa. Karena setan senantiasa melenakan siapapun dengan berbagai cara, dalarn mengingat kematian.
Sementara itu, keterlenaan dunia semakin merajalela di hadapan kita, sekalipun orang sudah sangat hapal dengan perumpamaan masyur yang dilontarkan Nabi Isa As. bahwa orang yang mengejar dunia seperti meminum air laut, semakin banyak meminumnya semakin bertambah pula rasa hausnya. Nabi kita Muhammad SAW., juga telah bersabda dalam hadits riwayat Imam Bukhari bahwa seandainya anak Adam memiliki dua lembah, maka dia akan mencari lembah yang ketiga.
Bentuk umum dari kealpaan ini adalah terkorbankannya waktu ibadah yang berimplikasi pada luputnya momen merenungi kehambaan diri. Sebab masing-masing sibuk dengan urusannya sendiri-sendiri. Tak jarang pula kita bisa tertawa lepas sedang kita sama sekali tidak mengetahui apakah Allah yang Rahman dan Rahim itu meridhai hidup kita atau malahan murka terhadap kita semua? Astaghfirullah...
Sedang kematian selamanya selalu mengintai dalam waktu dan ketetapan yang mutlak. Allah SWT. telah berfirman yang telah membuat banyak orang saleh menangis-, yang artinya : "Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu. Maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tak dapat pula memajukannya",
(QS.Al-A'rafayat34.)
Hari kemudian adalah hari dimana ruh dituai dari jasad sebagaimana dituainya padi dengan arit. Seorang penyair mengibaratkan kehidupan manusia bagai tanaman yang telah menghijau. Saat itulah tanaman menjadi sasaranempukhama dan penyakit. Jika ia selamat dari hama dan penyakit itu, maka di saat pertumbuhannya sudah sampai puncak, tanaman itu akan dituai sebagai sesuatu yang berharga. Sebaliknya, jika ia diserang hama dan penyakit, maka ketika dituai ia hanya akan menjadi seonggok tanaman hina yang ditaruh di kotak sampah.
Tentu saja perumpamaan ini mengarah pada bagaimana manusia dapat menjalani hidupnya tanpa dikotori dan dirasak dengan dosa dan maksiat. Kalau ia dapat menghindarkan hal itu dan dapat beramal saleh, maka ruhnya menjadi sesuatu yang berharga dan memperoleh tempat berharga pula.
Hari kematian juga disebut sebagai hari pekikan. Demikianlah yang terjadi ketika kening berkeringat, dan rintihan keluar dari mulut pada sakararul maut. Kala nyawa sudah berada di kerongkongan, maka seluruh tubuh menjadi dingin dan rasa sakit kematian menguasai diri. Tubuh pun menjadi sangat lemah ketika itu. Keluarga yang mendampingi akan memekik pula dalam tangisan yang memilukan.
Hari itu akan berlanjut dengan kedatangan orang-orang yang memandikan jenazah. Menyiapkan keranda dan kain putih yang murah. Mereka mengerj akan itu semua dengan segera. Setelah itu mereka memasukkannya ke keranda, membawa ke masjid untuk dishalatkan. Saat jenazah diusung menuju kubur maka pekikan berikutnya kembali terdengar.
Pekikan itu lahir dari rah sang mayit yang memekik gembira. "Dahulukan aku, segerakan aku sampai ke kuburku...!" Inilah pekikan jenazah orang shaleh yang mengisi hidupnya dengan kebaikan. Sementara jika sang mayit yang diliputi dosa selama hidupnya, ia juga akan mernekik, tapi dengan ketakutan. "Celakalah jenazahku, kemanakah mereka hehdak membawanya?" Teriaknya dengan panik. Nabi saw lewat hadits riwayat Bukhari menyebut jikalau manusia dapat mendengar pekikan itu niscaya langsung pingsan.
Demikianlah proses yang terjadi sampai gundukan tanah merah mengubur jenazah tersebut. Bunga-bunga bertebaran dan sebuah nisan bertuliskan nama almarhum di tancapkan. Perlahan orang akan pergi satu- satu membuat hari menjadi sunyi.
Dan sebagaimana masyhur diketahui, dua malaikat pun datang dan mendudukkan sang jenazah. Mereka bertanya perihal Nabi Muhamad. Dan jika jenaah itu orang shaleh maka ia akan menjawab, "Aku bersaksi bahwa dia adalah hamba dan Rasul-Nya." Dan malaikat itu pun akan menyahut, "Lihatlah ke arah kedudukanmu di neraka, Allah telah menggantikannya buatmu dengan kedudukan disurga. " Saat itulah menurut Nabi sang jenazah dapat rnelihat surga dan neraka itu sekaligus.
Sedang bagi yang kafir akan mendapati kondisi berbeda. Mereka tak kuasa menjawab pertanyaan yang diajukan selain ungkapan-"Aku tidak tahu." Mereka lalu dipukul dengan gada besi yang melahirkan jeritan yang keras yang didengar makhluk kecuali manusia dan jin. Demikian diceritakan dalam hadits Shahih Bukhari.
Dalam tiga hari jenazah akan rusak oleh serangan ulat-ulat yang menggerogoti anggota tubuh. Tulang-tulang menjadi rapuh dan kepala menjadi putih karena hanya tersisa tengkoraknya saja. Maka tak ada lagi jalan bagi orang-orang lalai untuk memperbaiki kesalahan mereka. Sekalipun mereka berujar dengan pedih - seperti termaktub dalam surat Asy Syura ayat 44, "Adakah kiranya jalan untuk kembali (kedunia)..."
(Oleh : list. Aditia S.Ag.)
No comments:
Post a Comment